SELAMAT DATANG DI NEGERI CODOT, NEGERINYA ACHOUNK EL- ANSHORY

SELAMAT DATANG DI NEGERI CODOT, NEGERINYA ACHOUNK EL- ANSHORY

Rabu, 20 Juli 2011

APA YANG KITA SOMBONGKAN ??

Di suatu pagi yg cerah, seorang cendekiawan ingin menikmati pemandangan laut dengan menyewa
sebuah perahu nelayan.        
Setelah harga sewa disepakati, keduanya melaut. Melihat nelayan terus bekerja keras mendayung
perahu tanpa banyak bicara, sang cendekiawan bertanya :
“Apa bapak pernah belajar ilmu fisika tentang energi angin & matahari ?”
“Tidak” jawab si Nelayan.
Cendekiawan melanjutkan “Ah, jika demikian bapak telah kehilangan SEPEREMPAT peluang hidup”
Si Nelayan cuma mengangguk-angguk membisu.
“Apa bapak pernah belajar sejarah filsafat ?”.
“Belum pernah” jawab Si Nelayan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Si Cendekiawan melanjutkan “Ah, jika demikian bapak telah kehilangan SEPEREMPAT lagi peluang hidup”.
Si Nelayan kembali cuma mengangguk-angguk membisu.
“Apa bapak pernah belajar & bisa berkomunikasi dengan bahasa asing ?”.
“Tidak bisa” jawab Si Nelayan singkat.
“Aduh, jika demikian bapak total telah kehilangan TIGA PEREMPAT peluang hidup”
Tiba-tiba…angin kencang bertiup keras. Perahu yg mereka tumpangi pun oleng hampir terguling. Dengan
tenang Si Nelayan bertanya kepada Si Cendekiawan “Apa bapak pernah belajar berenang ?”
Dengan suara gemetar & muka pucat ketakutan, Si Cendikiawan menjawab : “Tidak pernah”
Si Nelayanpun berkata dengan santai : “Ah, jika demikian, bapak telah kehilangan SEMUA peluang hidup”
Sombong adalah penyakit yang sering menghinggapi kita semua, yang benih-benihnya terlalu kerap muncul tanpa kita sadari. Di tingkat terbawah, sombong disebabkan oleh faktor materi. Kita merasa lebih kaya, lebih
rupawan, dan lebih terhormat daripada orang lain.
Di tingkat kedua, sombong disebabkan oleh factor kecerdasan. Kita merasa lebih pintar, lebih kompeten, dan lebih berwawasan dibandingkan orang lain.
Di tingkat ketiga, sombong disebabkan oleh factor kebaikan. Kita sering menganggap diri kita lebih bermoral, lebih pemurah, dan lebih tulus dibandingkan dengan orang lain.
Yang menarik, semakin tinggi tingkat kesombongan, semakin sulit pula kita mendeteksinya. Sombong karena materi sangat mudah terlihat, namun sombong karena pengetahuan, apalagi sombong karena kebaikan, sulit terdeteksi karena seringkali hanya berbentuk benih-benih halus di dalam batin kita.
Akar dari kesombongan ini adalah ego yang berlebihan. Pada tataran yang lumrah, ego menampilkan dirinya dalam bentuk harga diri (self-esteem) dan kepercayaan diri (self-confidence). Akan tetapi, begitu kedua hal ini
berubah menjadi kebanggaan (pride), Anda sudah berada sangat dekat dengan kesombongan. Batas antara bangga dan sombong tidaklah terlalu jelas.
Kita sebenarnya terdiri dari dua kutub, yaitu ego di satu kutub dan kesadaran sejati di lain kutub. Pada saat terlahir ke dunia, kita dalam keadaan telanjang dan tak punya apa-apa. Akan tetapi, seiring dengan waktu, kita mulai memupuk berbagai keinginan, lebih dari sekadar yang kita butuhkan dalam hidup. Keenam indra kita selalu mengatakan bahwa kita memerlukan lebih banyak lagi.
Perjalanan hidup cenderung menggiring kita menuju kutub ego. Ilusi ego inilah yang memperkenalkan kita kepada dualisme ketamakan (ekstrem suka) dan kebencian (ekstrem tidak suka). Inilah akar dari segala permasalahan.
Perjuangan melawan kesombongan merupakan perjuangan menuju kesadaran sejati. Untuk bisa melawan kesombongan dengan segala bentuknya, ada dua perubahan paradigma yang perlu kita lakukan. Pertama, kita perlu menyadari bahwa pada hakikatnya kita bukanlah makhluk fisik, tetapi makhluk spiritual. Kesejatian kita adalah spiritualitas, sementara tubuh fisik hanyalah sarana untuk hidup di dunia. Kita lahir dengan tangan kosong, dan (ingat!) kita pun akan mati dengan tangan kosong.
Pandangan seperti ini akan membuat kita melihat semua makhluk dalam kesetaraan universal. Kita tidak akan lagi terkelabui oleh penampilan, label, dan segala “tampak luar” lainnya. Yang kini kita lihat adalah
“tampak dalam”. Pandangan seperti ini akan membantu menjauhkan kita dari berbagai kesombongan atau ilusi ego.
Kedua, kita perlu menyadari bahwa apa pun perbuatan baik yang kita lakukan, semuanya itu semata-mata adalah juga demi diri kita sendiri. Kita memberikan sesuatu kepada orang lain adalah juga demi kita sendiri.
yaitu agar masuk surga dan terhindar dari neraka.
Dalam hidup ini berlaku hukum kekekalan energi. Energi yang kita berikan kepada dunia tak akan pernah musnah. Energi itu akan kembali kepada kita dalam bentuk yang lain. Kebaikan yang kita lakukan pasti akan kembali kepada kita dalam bentuk persahabatan, cinta kasih, makna hidup, maupun kepuasan batin yang mendalam. 





Setiap berbuat baik kepada pihak lain, kita sebenarnya sedang berbuat baik kepada diri kita sendiri.
Kalau begitu, apa yang kita sombongkan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar